Masih di hari yang sama

Singkat cerita ia (Ria) akhirnya ada disini (di RS), aku cukup senang, tapi aku tak bisa tersenyum riang (sementara), aku mengajaknya sementara untuk mencari makan untuk istriku, juga untukku dan Ria, setelah berputar-putar masuk MOG dan lanjut kami tak menemukan apapun yang kami cari, ayam nelongso atau apapun lah pikirku, kamipun mendapatkan tempat makan didekat-dekat rumah sakit ini, yaitu richeese factory, alhamdulillah, kami pun kembali ke Rumah Sakit dan sesegera mungkin aku pamit, ‘sebentar ya, ku tinggal, sebentar…. Saja!, aku pamitan pada istriku.

Jalanan seperti ‘kesepian, mengantarkanku kerumah, aku tak terlalu sadar akan apa yang kuhadapi, hanya tinggal wajah istriku dan ‘Tunggu aku sebentar sayang’, begitulah dalam hati. Jalanan merestuiku untuk ‘ngebut se ngebutnya, mesin dan rodanya pun tak peduli situasi dan kondisiku, ia hanya mampu menuruti mauku kali ini.

Tak sampai 20 menit aku sudah kembali ke Rumah sakit, aku mengajak Ummi' (ibuku) dan Ibu mertuaku, yah.. ‘Terima kasih “Ria”, kataku dalam hati, siapa lagi kalau bukan kamu, entah siapa lagi, terima kasih untuk Ria, dan Terima Kasih Tuhan. Alhamdulillah.

Sudah sore, istriku sudah masuk ke IGD (Instalasi Gawat Darurat) yang juga menjadi kamar sementara sebelum ia menjalani proses melahirkan dan pindah ke ruang inap yang sebenarnya, aturan rumah sakit mewajibkan di IGD hanya ada 1 orang saja, maka terpaksa malamnya aku berbicara sebentar dengan Ummi’ dan Ibu mertuaku untuk pulang, biarkan aku saja disini, mereka pun mengiyakannya.

Malam itu tinggal kami berdua, lanjut Perawat mengantarkan makan untuk istriku, tampak istriku memang kelaparan petang itu hehe, makanan yang kubeli tadi tak sempat masuk ke IGD dan belum dimakan,  tak apa, jadilah dia menghabiskan daging dan nasi dari kakak perawatnya, tinggal Sop yang tersisa, aku cicipi lah sopnya itu, hm “Enak nih”, candaku pada istriku, sahutlah dia, “iya habiskan saja sayang”, sambil membenarkan posisi tidurnya, aku tidak sedang lapar, tapi aku butuh sedikit, syukurlah masih ada sisa, lanjut ku bereskan sisa makanan itu sebelum diambil oleh perawat setelahnya.

ini masih di IGD, beberapa jam setelahnya perawat datang lagi ke ruangan yang begitu sempit ini, tinggal 1 tempat tidur untuk istri, sedang aku duduk mendampinginya, kakak-kakak perawat mengambil dan membersihkan tempat tidur dari sisa-sisa makanan, piring, gelas dan lainnya, tersisa 1 buah pisang yang belum dihabiskan Istriku, aku saja mbak yang makan, si perawat tersenyum, “ini pak, eman”, makasi jawabku.

setelahnya perawat datang lagi ke ruangan ini, kali ini ia memasangkan infus untuk istriku, obat yang di suntikkan oleh perawat setelahnya membuat istriku semakin diam saja, ruangan ini semakin sepi, tinggal aku, istriku dan doa-doa kebaikan kami sebagai amal kami.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
- Terima kasih untukmu yang masih setia sampai pada tulisan ini, tulisan yang panjang diatas hanya pengantar, inti yang sebenarnya ada setelah ini, untukmu.. mohon maaf jika harus diupload /bagian, 

selamat membaca!


Semalaman yang tak akan bisa ku lupakan!

Benar-benar tak bisa kulupkan, seperti yang kusampaikan di awal tulisan, kami IGD hanya tinggal berdua saja, dengan infus, perawat hampir 2 Jam sekali memeriksa kondisi istriku, seperti yang ku bilang istriku dan seisi ruangan ini tinggal kesepian saja, dan doa-doa kami, ia terus saja kesakitan sepanjang malam, aku disampingnya, ia semakin lupa ada apa malam ini.

Beberapa menit sekali ia menggenggam tanganku erat-erat, bukan hanya menggenggam, menggigit bajuku (kadang-kadang), ia Nampak kesakitan, tinggal aku yang hanya bisa menemaninya sepanjang malam, aku pun berdoa, doa apa saja, setiap kata yang tersisa hanya doa.

Ia berkata, “Sayang sakit”, sesekali ia berseru, “aku merasakan kesakitanmu, sabar ya, ia sabar”,

aku berbisik padanya, "Sayang, ganti kata sakitmu dengan 'Allahu Akbar' ya sayang", ia mengangguk, aku ingin menangis rasanya merasakan apa yang terjadi padanya semalaman itu, (hanya bisa dirasakan oleh laki-laki yang sudah pernah menemani istri kontraksi), tapi aku tak mau menunnjukkannya, aku memalingkan muka, air mataku jatuh seketika, tanganku gemetar tak tertahan, ia setengah sadar, dan aku mengamininya ketika ia semalaman sakit mulai berseru dan menyebut "Allahu Akbar", dan ku jawab "La Hawla Wala Quwwata Illa Billah", "kamu kuat, sabar nggih", aku berbisik padanya yang semalaman sudah merasakan kontraksi saja, luka-luka akibat genggamannya ditanganku, aku hanya bisa tersenyum penuh haru dan bangga, "kamu hebat, kamu kuat sayang".

Bersambung.