Musim itu telah datang, musim itu telah tiba, sekarang kamu bebas menjadi apa saja, kamu harus se-mandiri yang kamu harapkan dulu, dan bisa jadi, ini bukan merdeka yang sesungguhnya, karena dari sini kamu akan memulai, lagi!

Ini terjadi beberapa tahun yang lalu, semester genap 2014-2015, tepat di bulan april, saya sedang di kampus untuk beberapa hal yang sangat penting untuk tahun-tahun terakhir saya disini (menurut saya), bulan dimana membawa banyak cerita sedih, suka, duka, menginstropeksi segala dalam diri yang sebelumnya terlewat begitu saja, bulan dimana mata menangis se-adanya, tidak perlu putus dengan kekasih, apalagi memakan hati sendiri untuk kata sedih, di bulan itu bercampur aduk segalanya, sangat sulit mendeskripsikan bagaimana posisi, perasaan hati dan pikiran saya waktu itu, bulan itu sungguh menjadi sejarah panjang dari masa pendidikanku di tingkat bangku, ingat! Ini tingkat bangku, dimana kursi menjadi teman setia dalam jenjang kelas, bulan itu juga penuh teka-teki, bagaimana setelah ini?


Image;Google

Musim itu dimulai dari sini, selamat membaca.

Bulan april 2015, beberapa minggu setelah saya dan KOS ATOS pulang dari acara Final sebuah Festival Musik Nasional di Cibubur-Jakarta, saya sedang bahagia (bagian ini), sebelum pada bulan ini segalanya tumpah menjadi entah, saya sedang menempuh mata kuliah skripsi, yaitu mata kuliah yang menjadi syarat atau tugas akhir dari kelulusan seorang sarjana, dimana saja setahu saya mata kuliah ini menjadi momok bagi mahasiswa manapun, termasuk saya, yang waktu itu baru pertama kalinya berkenalan dengan skripsi, saya kekampus, hari pertama mungkin masih bersemangat, menghubungi Dosbing (dosen pembimbing) untuk sekedar basa-basi mengenai barang yang disebut skripsi ini, hari kedua masih sama, ketiga dan selanjutnya, semangatku masih sama, berbekal hasil penelitian yang saya ambil ketika libur kuliah semester ganjil, saya sangat pede pada bagian ini, menyemangati teman-teman yang lain juga, menyamakan persepsi jika kami akan lulus bersama, contohnya: Arya, Rida, Eska, Aiss dan lain-lain (Waktu itu) yang mungkin memang tidak bisa saya sebutkan satu persatu dalam tulisan ini, mereka juga membantu saya, mereka juga memberikan angin segar dengan hal-hal positif, walau pun sama-sama kita ketahui, kita sedang ditengah jalan kita masing-masing, keadaannya waktu itu kita melewati kehausan bersama, dan kita meminum air yang sama, merasa saling membutuhkan satu sama lain, satu anak berkonsultasi, yang lain juga harus, yang satu melanjutkan bab 4, begitu juga lainnya, kita seperti kesebelasan tim sepakbola yang sedang bertanding dan dituntut menguatkan satu sama lain, walaupun pada akhirnya, kita sama-sama tahu, kemenangan ini untuk diri masing-masing.

Bernama E.W Suprihatin D.P, M.Pd, begitulah nama lengkap beliau, salah satu Dosen kesayangan saya (sejujurnya), sekaligus kaprodi di tempat kami kuliah yaitu PSTM (Pendidikan Seni Tari dan Musik), Dosbing satu saya waktu itu itu kebetulan adalah beliau, hal yang sangat dihindari beberapa mahasiswa kakak tingkat saya dengan alasan bla..bla..bla, tapi saya disini mencoba melawan, antara percaya dan tidak percaya dengan apa mereka katakan, dulu sebelum ini saya pernah berjanji harus menikmati setiap proses ini, saya harus melawan rasa takut saya sendiri, yang sebenarnya tidak saya tahu seperti apa dan bagaimana, saya ini takut apa? yang mana?, oke … kembali ke bulan april, bulan dimana ditentukan saya berhak maju sidang skripsi atau tidak, di acc atau tidak, dengan beberapa keyakinan, dan juga faktor sekeliling (teman-teman) saya yang memang sangat memotivasi untuk sesegera mungkin, saya sangat pede dengan apa yang saya kerjakan, hari demi hari yang sulit, menyusun skripsi dalam waktu satu bulan untuk target dan hasilnya bukan hanya untuk sebentar, dan bukan hanya akan saya banggakan untuk sebentar, sebuah kejadian pada siang hari itu merubah segala saya dalam menyikapi keadaan, saya merasa gagal waktu itu, apa yang saya kerjakan rasanya sia-sia waktu, melihat apa jawaban yang di berikan beliau (Dosbing), beliau berkata, “shendy (begitulah panggilan beliau untuk saya), kamu jangan/tidak berhak sidang disemester ini, rasanya kamu harus memperbaiki ini semua, masih belum layak untuk disidangkan”, begitulah beliau berkata… jika tidak salah, hari itu merupakan hari terakhir, dimana setelah hari itu adalah waktu dimana saya harus menyetorkan draft jika ingin/maju sidang pada semester ini, tapi apapun lah, jawaban apapun lah, waktu itu memang saya merasa hilang harapan, saya merasa gagal menjalankan tugas saya sebagai mahasiswa yang baik, saya kurang pintar dalam hal ini, saya mengejar sesuatu yang sebetulnya tidak mampu saya kejar, saya sedang naik motor, dan bercita-cita balapan/adu cepat dengan pesawat, serasa dunia terbalik, dua bulan sebelumnya memang saya merasa bahagia setelah melihat KOS ATOS ke Jakarta, sangat menikmati, dan berjanji kepada orang tua, sepulang dari sana, akan melanjutkan skripsi ini, saya yakinkan mereka untuk percaya kepada saya, tapi apa yang terjadi hari ini, saya merasa bersalah sekali, tidak seharusnya saya memudahkan dengan perkataan, atau berbicara dengan meyakinkan layaknya Tuhan, ah…. Ini dunia seperti dibalik, sungguh dunia terbalik, yang awalnya sangat yakin saya genggam, ternyata menjadi asap, yang sangat sulit saya genggam, bahkan hilang sebelum saya hirup aromanya.

Pertama kalinya saya merasa jatuh (selain jatuh cinta), semakin kesini kok semakin sulit, bukan tugasnya, tapi bagaimana diri ini menyiapkan antara saya ini pantas atau tidak, kuat atau tidak berpereang melawan hal-hal yang sulit (seperti jatuh ini), saya ingat betul beliau (Bu Woro) memberikan opsi, memberikan solusi yang mungkin saya ambil satu saja, antara melanjutkan skripsi saya atau membuat skripsi baru dengan bekal ilmu yang sudah diambil dari semester yang gagal ini, dalam persepsi saya, (mungkin) karena emosi saya, saya waktu itu sempat berpikir akan melupakan ini semua, melupakan apa yang saya kerjakan, sempat muncul ide (entah) dari mana, saya ingin menunda kuliah dan cuti untuk beberapa saat, hancur! dan akan bersiap dengan menggarap skripsi dengan topic yang berbeda pada semester berikutnya, yang sudah barang tentu, menambah beban biaya kuliah saya, biaya SPP dan sebagainya, namun beberapa teman memberikan pendapatkanya kepada saya, salah satunya Rida Presiwi (Pepes) yang nasibnya mirip/hampir sama seperti saya, yang tidak bisa maju sidang pada semester itu karena beberapa hal, perbedaannya, dia sudah hampir rampung dan beres dan kehabisan waktu, sedang saya, memang sepertinya harus setuju dengan apa yang dikatakan Bu Woro diatas, bahwa memang belum layak untuk sidang, Rida memberikan motivasi, memberikan semangat kepada saya, dia bilang, “lek pengen mari yo ayok, ayok digarap, ayok tak bantu, ayok segera diperbaiki, lek pengen ndang lulus ya ngoyo o, yo usaha o, umak harus berusaha lebih keras lagi dari sebelumnya”, perlahan hubungan saya dengan skripsi layaknya seperti hubungan saya dengan pasangan atau pacar, menjadi masalah hati, berlarut-larut, hanya terpendam, disini (didalam hati) apa yang saya rasakan, tidak enak memang, tapi dari Rida saya mulai sadar, bahwa jika sudah menjadi kekalahan hati, ya harus diperjuangkan, agar kembali menjadi kemenangan hati juga.

Niat untuk melanjutkan skripsi akhirnya perlahan tumbuh, saya tetap berkonsultasi meski saya tahu, saya tidak akan sidang pada semester ini.

Sebentar lagi jika tidak salah waktu itu, 2 bulan menuju lebaran (idul fitri), tahukah kamu, mungkin semua sadar, bahwa hari lebaran adalah hari dimana orang tua, paman, kakak, tetangga bertanya, bagaimana kuliahmu?, atau jika kamu sudah selesai kuliah, gimana, kamu kapan nikah? Hehehe dan bla-bla-bla, hal konyol yang akan di hadapi beberapa teman ketika lebaran… hahaha. Oke kembali lagi, kebulan “hantu” ini, Solusi satu-satunya jika saya tidak ingin menambah beban dari biaya kuliah dan agar tidak ada “rasa malu” ketika orang-orang tau jika saya harus molor, memang harus di minimalisir dengan melanjutkan di semester pendek atau semester antara, yaitu semester yang diberlakukan untuk mahasiswa tingkat akhir, dan biasanya memang harus ada pengantar dari Dosbing jika mahasiswa ini memang layak mengikuti semester pendek untuk mengejar sarjana  tidak terlalu molor, apalagi sampai masuk semester 9, oh no!!, perjuangan memang tidak bisa satu atau dua hari, setelah itu memang saya harus pintar-pintar mengambil hati Dosbing saya ini, memanfaatkan waktu yang serba sempit ini, saya harus melakukan apa saja, apa saja, asal saya bisa mengambil skripsi pada semester pendek dan beliau mau menjadi Dosbing saya, demi kelancaran yang sudah berjalan, yang sudah saya kerjakan, melihat layak atau tidak, sebenarnya saya memang tidak layak, tapi mau apa dikata, saya harus, saya wajib menyelesaikan ini, ini penebus dosa saya semester ini, ini adalah sebagian ibadah saya, dan mulai belajar, jika ini adalah ibadah, saya tidak harus pintar, tapi sadar dan mau melakasanakan apa saja untuk menjaga ibadah ini.

Ternyata kemudahan menghampiri saya, dengan beliau (Dosbing saya) saya banyak belajar, mulai memahami bagaimana karakter beliau, juga saya banyak mengerti mengapa beliau menunda sidang saya, setelah obrolan ini saya paham betul bagaimana rasa sayang beliau kepada kami (mahasiswanya), satu pengalaman yang mungkin tidak bisa dialami semua mahasiswa se-angkatan saya, terutama mereka yang sidang terlebih dahulu dan bukan dengan Dosbing saya ini, terima kasih terima kasih bund, bunda… begitulah saya menyapa beliau tiap kali bertemu dikampus, beliau berbicara pada saya pada suatu kesempatan, “apa kamu sadar bagaimana perjuangan seorang Dosbing 1 shendy? Saya memposisikan sebagai professional disini, saya tahu bagaimana kamu ingin segera selesai, tapi apapun, saya tidak ingin melihat kamu menjadi bulan-bulanan dosen penguji nanti ketika kamu sidang, kamu harus bimbingan bersama saya, jangan nakal, kuasai semuanya, agar nanti tidak melihatmu berdiri dan sidang seperti membawa skripsi abal-abal, saya tidak ingin malu shendy!, apakah kamu mengerti shendy?, lihat itu” – sambil menunjuk seorang mahasiswi yang sudah sidang tapi mengadapi revisi yang cukup banyak sepertinya, “oh iya bund” (Dalam hati), saya tidak terlalu berkomentar waktu, tapi saya pikir ada benarnya juga, sekarang buat apa sidang, tapi setelah itu hancur tidak karuan, menyedihkan sekali pemandangan itu (kulihat anak itu).

Tidak butuh waktu lama ternyata untuk membangunkan lagi gairah menulis dan belajar saya waktu itu, hari itu merubah kembali mood yang sempat jatuh ini, saya kembali bersemangat, mengerjakan lagi, bergairah lagi, kebetulan juga Yono, sahabatku dari awal saya mengenal UM sedang dimalang, tanpa pikir panjang, saya pun berkonsultasi banyak dengan dia, mencoba memperbaiki semuanya, sampai benar-benar saya mengerti dan siap, jujur, ini lebih mudah.. sangat mudah! , seandainya saya se-tenang ini menghadapinya, tanpa tergesa-gesa, cukup action, memberikan seluruh kenyataan, bukan puisi, mungkin saya akan selesai dari dulu, saya mulai mengerti bagaimana strategi, harus focus!, benar-benar mudah kok.

Singkat cerita, saya sidang untuk pertama kali se-umur hidup saya, sidang skripsi, hari yang ku harapkan mudah bagi saya, saya harap sangat mudah, menelepon orang tua, meminta doa restu, selesai!, presentasi, dihadiri dosen penguji Pak Robby Hidajat, Dosbing 1 dan Dosbing 2 saya Bu Woro dan Pak Hartono. Hari itu saya hadapi dengan tidak peduli “pada akhirnya”, saya pasrah apapun yang terjadi nanti, saya berjanji akan melakukan dengan “apa adanya”, setelah pesan dari Bu Woro beberapa hari yang lalu, saya mulai paham  betul bagaimana peran beliau waktu itu, Pak Robby memang berkata “kamu tidak lulus”, tapi saya hanya bisa diam waktu itu, tidak ada yang bisa katakan (sanggah) waktu itu, sidang itu berakhir dengan suasana yang tidak nyaman sebenarnya, tapi lagi-lagi, Bu Woro lah yang membuat semua ini menyenangkan, beliau memanggil saya, dan berkata dengan pelan, “yasudah kamu revisi dulu apa yang dikatakan dosen penguji, nanti di konsultasikan dengan beliau, beres!, janji ya?”, beliau menutup obrolan dan meninggalkan saya siang itu, saya pun mengiyakan perintah beliau, menjalankan apa yang beliau katakan, merevisi apa yang memang menjadi focus revisi dosen penguji, setelah saya revisi, saya konfirmasi kepada Dosbing 1,2 dan juga kepada penguji, Bu Woro bilang, “kamu tinggal kasih nama pak robby di ucapan terima kasih, setelah itu di jilid dan saya tanda tangan”, ah…. Saya tersenyum membaca pesan singkat beliau, kemudian Pak Hartono, beliau memeriksa dengan detail draft saya, saya katakan bahwa dari bu woro seperti itu pesannya pak, “baiklah sandy, kamu tinggal merubah judul dan mengurangi isinya, selesai, besok bawa kesin saya tanda tangani”, … btw begitu mudah bukan? (dalam hati), dan terakhir, Pak Robby berpesan lewat pesan singkat, beliau berkata sedang di Jogja, mungkin akan kembali ke malang H-2 lebaran, “tunggu ya lee”, begitulah pesan beliau, wow…. Sampai H-2, ah.. tapi saya mengiyakan pesan beliau, H-2 lebaran saya pun ke gedung Q3, saya menunggu beliau (Pak Robby) di lobby TU gedung Q3, tak lama berselang, melalui pesan singkat, beliau bertanya, “dimana?” , saya menjawab.. “saya di gedung q3 pak menunggu pak robby”, beliau menjawab lagi, “oalah, saya di gedung E dari tadi, tunggu”, saya pun menunggu, setelah beliau datang, beliau langsung mengambil skripsi saya, “gimana lee, sehat? yang mana yang harus ditanda tangani?”,  saya jawab “sehat pak, yang  ini pak, hehe… “, beliau langsung menanda tangani semuanya, kemudian beliau pamit pulang, sebelum pulang beliau bertanya, “kamu tidak pulang kampung,nang medhuro? Lapo suwe-suwe dk malang?” , “ini setelah ini pak, saya hanya menunggu ttd pak robby, hehehe ”, beliau menjawab, “yasudah hati-hati diajalan, bilang orang tua kamu sudah selesai tugasnya, salam dari saya”, sebuah pesan penutup masa-masa kuliah saya disini, saya pun pamit ke Mas Febry (TU q3) untuk pulang, tak lupa saya ucapkan terima kasih mas febry, musim itu tertutup dengan manis, dimana lebaran memang sudah sebentar lagi,kurang lebih 2x 24 Jam lagi sudah hari lebaran, hari raya umat muslim diseluruh dunia, saya pulang dengan santai sekali, dengan energy yang masih “lebih” (rasanya), Kurang lebih saya 6 jam perjalanan menggunakan motor, pulang dengan haru dan bangga, kepala tegap dan badan yang seolah tidak ingin segera tidur dan istirahat ketika dirumah nanti.

Sampai dirumah malam hari, disambut oleh bapak dan ibu yang sudah menunggu se-dari tadi, memeluk beliau berdua sekaligus berkata dalam hati “saya lelah pak, bu”, keadaan hati malam itu nampaknya juga mereka rasakan, yang menjadi unek-unek saya selama ini, tak lama ibu berkata, “ini kopinya minum dulu ya nak, ibu siapkan air panas dulu, kamu sangat lelah ya”, saya jawab, “iya ummi;”, dirumah bapak yang lama duduk di samping saya, bertanya-tanya mengenai tugas saya, sambil memberikan selamat dan lainnya, beliau juga bercerita banyak, disela-sela obrolan beliau berkata, “kamu ini tidak usah khawatir sebenarnya, kamu ini mungkin saking takutnya, kamu ini sampek dateng di mimpi bapak, feeling itu datang bahwa kamu akan selesai  datang beberapa hari yang lalu, tapi dari apa yang kamu katakan ditelepon, bapak sadar dan tahu bagaimana rasanya, setelah melihatmu membawa kabar ini hari ini, iya saya tahu bagaimana rasanya, Alhamdulillah jika semuanya sudah selesai”, Alhamdulillah … jawabku singkat.

Akhir sekali saya ucapkan terima kasih kepada Bunda Wara, Pak Hartono dan Pak Robby yang sudah meloloskan saya dari jebakan mahasiswa… hehehe, saya tidak tahu bagaimana ceritanya jika tidak bertemu beliau, mungkin cerita saya tidak se-menarik itu jika dikenang hari ini, saya sungguh bersyukur mengenal beliau, dan juga teman-temanku, Ais, Eska, Arya, Rida (Pepes), dan juga Yono yang banyak membantu saya di akhir-akhir menjadi mahasiswa, sekali lagi terima kasih banyak.

Fajar Sandy, Malang 12 Juni 2017

Selesai

Note: musim itu ada seorang perempuan bernama Ratna Wahyu yang menjadi teman setia di masa-masa terakhir saya menjadi mahasiswa, waktu itu kami sidang di hari yang sama, di jam yang sama, sampai wisuda di hari yang sama, dan yang paling penting, sampai hari ini dia  masih sama, berkomitmen setia bersama di kota ini, terima kasih.