Album foto yang ku genggam ini, tumpukan kenangan ada di dalamnya.
Diremang-remang malam disini, kusam adanya, tapi masih mampu.
Dilihatnya titik-titik.
Yang membentuk partikel kenangan lainnya
Masa kecil lebih tepatnya.
Aku dan adik sepupu perempuanku,
Raffika Namanya, anak yang cantik bukan.
Untuk foto ini, waktu itu Panen kopi telah tiba, waktunya
kami para cucu-cucunya berkumpul dirumah itu, di Jember, dirumah yang jika
dicek maps adalah wilayah Hutan Lindung Silosanen (Kabupaten Jember), paginya
selalu hangat untukku.
Sudah seperti hari raya, tiap berkunjung kesana, anak kecil
sepertiku suka (kami) bermain-main dihalaman luas rumah sederhana ini, rumah
yang tetap saja menyerupai kenangan jika ku kembali ada disana, rumah yang
menyenangkan tanpa bentuk perhitungan utuk anak-anak seumuranku diwaktu itu.
Anak-anak kecil bermain riang, berbahagia dengan harinya, di
atas kopi-kopi yang basah, dijemur, lengket pada kaki-kaki, ya …. Tapi tak apa, sesekali kakak
perempuanku bermain-main dengan kamera tercanggih pada masanya, disebut juga
dengan “Kodak”, punya teman (benda) yang bernama “Konica” warna cokelat,
kotak-kotak (filmnya), sepaket alat yang menjadi legenda, karena mampu mencetak
segala kotak-kotak persegi yang mencipta kenangan-kenangan diantaranya,
termasuk foto itu.
-------------------------
Semua orang yang mengenalku sejak kecil dan bisa membaca
tulisan/cerita dibawah ini, ku rasa pasti-pun setuju! Selamat membaca.
Ingat juga pada hari minggu, hari
dimana TV akan slalu di buru para mata anak-anak kecil se-usianya, semua TV milik
tetanggapun sepertinya( memang) harus menyala dari pagi hingga siang.
Ia punya serial film favorit waktu
itu, ia yang biasa menonton ramai-ramai, yang membuat imaji kemana-mana kadang-kadang,
film itu tayang setiap pagi di hari minggu, masih kecil, ia sangat senang
bertemu minggu, dan segala isinya.
Lanjut pada suatu ketika, di
halaman rumahnya, rumahnya belum dibangun dan belum setegak hari ini, masih
rumah “tabing” ia menyebutnya begitu, didepan rumahnya hanya ada tumpukan batu,
pasir dan lainnya, dan tentu saja pasir dan batupun menjadi media bermain yang
menyenangkan untuknya.
Di depan rumah siang itu, ia sedang
berdiri ditumpukan batu bata yang akan digunakan untuk membangun rumahnya tadi,
ia berteriak.. “satria baja hitam rx robo!!!!” dengan teriakan yang ia piker sudah
mirip dengan hero di film kesukaannya, ia berteriak dengan riang gembira, semua
memperhatikannya, “hati-hati cong, nanti jatuh lo.. ” ibunya menyela
keasyikannya, ia tetap saja anak kecil, ia bersemangat menirukan hero
kesukaannya itu, sampai yang terjadi berikutnya.
“Satria baja hitam RX Robo!!!”, dengan lantang ia berteriak se-maunya, kemudian berikutnya ia melompat dari atas batu itu, seolah menjadi hero yang ada pada serial film kesukannya, tapi yang terjadi ya…. Semua orang disekitarnya berteriak karena apa yang ia lakukan, ia jatuh dari ketinggian kurang-lebih setengah meter, *duh.. semua orang disekelilingnya berharap ia tak apa, ia dipeluk ibunya waktu itu setelah jatuh, tetangganya, temannya, semua berkumpul melihat keadaannya, tak bisa diceritakan lagi kejadiaannya, semuanya begitu cepat, semua orang sudah lupa, kecuali luka-luka yang ada, semua orang berharap ia benar tak apa-apa, apalagi sangat serius, jangan sampai!, ia menangis sejadi-jadinya setelah kejadian itu, semua orang histeris disekelilingnya. Hm… kini dilihatnya, wajahnya penuh luka, kecelakaan parah untuk anak sekecil itu, membekas untuk beberapa saat, berhari-hari bahkan berbulan-bulan ia hidup bersama trauma ketinggian, tapi ia tersenyum untuk itu, dimasa-masa menuju kedewasaan.
“Satria baja hitam RX Robo!!!”, dengan lantang ia berteriak se-maunya, kemudian berikutnya ia melompat dari atas batu itu, seolah menjadi hero yang ada pada serial film kesukannya, tapi yang terjadi ya…. Semua orang disekitarnya berteriak karena apa yang ia lakukan, ia jatuh dari ketinggian kurang-lebih setengah meter, *duh.. semua orang disekelilingnya berharap ia tak apa, ia dipeluk ibunya waktu itu setelah jatuh, tetangganya, temannya, semua berkumpul melihat keadaannya, tak bisa diceritakan lagi kejadiaannya, semuanya begitu cepat, semua orang sudah lupa, kecuali luka-luka yang ada, semua orang berharap ia benar tak apa-apa, apalagi sangat serius, jangan sampai!, ia menangis sejadi-jadinya setelah kejadian itu, semua orang histeris disekelilingnya. Hm… kini dilihatnya, wajahnya penuh luka, kecelakaan parah untuk anak sekecil itu, membekas untuk beberapa saat, berhari-hari bahkan berbulan-bulan ia hidup bersama trauma ketinggian, tapi ia tersenyum untuk itu, dimasa-masa menuju kedewasaan.
Tinggal hidungnya luka sobek,
beruntung tak sampai mematahkan tulang batang hidungnya, dagunya pun demikian, tapi
luka “menganga” pada dagunya itu, ia harus rela di Jahit sekitar 5 Jahitan (di
dagunya).
Beruntunglah hanya itu, kemungkinan
kecil yang bisa dimaklumi anak kecil yang sangat bahkan super aktif bergerak
pada saat itu, sekeliling wajahnya memang terluka, hidungnya, dagunya, tapi
setelahnya masih sama, ia bahkan ingin memraktekkannya, ia memang ….. *ah
sudahlah.
Foto: ketika harus melalui masa-masa dimana hidungnya terluka (bisa dikatakan parah)
--------------------------
Jahitan itu membekas sampai hari ini, aku tak tahu persis bagaimana
rasanya, tapi aku hanya mampu mendengar beberapa cerita menarik (menurut
beberapa orang dekatku), menakutkan bagi ibu, kakak dan tetangga-tetangga, jika
aku pulang beberapa orang yang bercerita masa kecilku terkadang harus
berkaca-kaca menceritakan semuanya, entahlah, bagi mereka itu sangat
mengharukan untuk fase hidupku, dan tak apa, kali ini aku setuju untuk itu.
Selesai.
0 Comments