Salam....
Apa kabar sobat, Posting lagi, masih tentang katgori musik, kali ini saya akan
menjelaskan sedikit tentang cerita atau sejarah panjang dari Alm. Harry Roesli,
yaitu salah satu tokoh musik kontemporer ternama di Indonesia.
dari
Biografi, awal mula perjalanannya, karir, hingga analisis tentang karyanya.
selamat
membaca.
Sejarah Tokoh Musik Kontemporer Harry Roesli
Harry
Roesli yang memiliki nama lengkap Djauhar Zaharsyah Fachrudin Roesli, (lahir di
Bandung, 10 September 1951, kemudian meninggal di Jakarta, 11 Desember 2004
pada umur 53 tahun), beliau adalah tokoh dikenal melahirkan budaya musik
kontemporer yang berbeda, komunikatif dan konsisten memancarkan kritik sosial.
Karya- karyanya konsisten memunculkan kritik sosial secara lugas dalam watak
musik teater lenong. Harry berpenampilan khas, berkumis, bercambang, berjanggut
lebat, berambut gondrong dan berpakaian serba hitam.
Pada awal
1970-an, namanya sudah mulai melambung, saat membentuk kelompok musik Gang of
Harry Roesli, bersama Albert Warnerin, Indra Rivai dan Iwan A Rachman.
Sayangnya lima tahun kemudian (1975) kelompok musik ini bubar. Di tengah
kesibukannya bermain band, dia pun mendirikan kelompok teater Ken Arok pada
1973. Setelah melakukan beberapa kali pementasan, antara lain, Opera Ken Arok
di TIM Jakarta pada Agustus 1975, grup teater ini kemudian bubar, karena Harry
mendapat beasiswa dari Ministerie Cultuur, Recreatie en Maatschapelijk Werk
(CRM), belajar ke Rotterdam Conservatorium, Belanda. Selama belajar di negeri
kincir angin itu, Harry juga aktif bermain piano di restoran-restoran Indonesia
dan main band dengan anak - anak keturunan Ambon di sana. Selain untuk
menyalurkan talenta musiknya sekaligus untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
yang tidak mencukupi dari beasiswa.
Gelar
Doktor Musik diraihnya pada tahun 1981, kemudian selain tetap berkreasi
melahirkan karya - karya musik dan teater, juga aktif mengajar di Jurusan Seni
Musik di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Pendidikan Indonesia
(UPI) Bandung dan Universitas Pasundan Bandung.
Dia ini
juga kerap membuat aransemen musik untuk teater, sinetron dan film, di
antaranya untuk kelompok Teater Mandiri dan Teater Koma. Juga menjadi pembicara
dalam seminar - seminar di berbagai kota di Indonesia dan luar negeri, serta
aktif menulis di berbagai media, salah satunya sebagai kolumnis Kompas Minggu,
selain itu juga membina para seniman jalanan dan kaum pemulung di Bandung lewat
Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB) yang didirikannya. Rumahnya di Jl WR Supratman
57 Bandung dijadikan markas DKSB. Rumah inilah yang pada tahun 1998 menjadi
pusat aktivitas relawan Suara Ibu Peduli di Bandung. Rumah ini ramai dengan
kegiatan para seniman jalanan dan tempat berdiskusi para aktivis mahasiswa.
Dimana kerap lahir karya-karya yang sarat kritik sosial dan bahkan bernuansa
pemberontakan terhadap kekuasaan Orde Baru. Bersama DKSB dan Komite Mahasiswa
Unpar, Harry Roesli mementaskan pemutaran perdana film dokumenter Tragedi
Trisakti dan panggung seni dalam acara "Gelora Reformasi" di
Universitas Parahyangan. Dalam acara ini kembali dinyanyikan lagu Jangan
Menangis Indonesia dari album LTO (Lima Tahun Oposisi), Musica Studio, 1978.
Harry
Roesly juga banyak mendapat cobaan, cemoohan atau pro dan kontra, setelah
reformasi, saat pemerintahan BJ Habibie, salah satu karyanya yang dikemas 24
jam nonstop juga nyaris tidak bisa dipentaskan. Juga pada awal pemerintahan
Megawati, dia sempat diperiksa Polda Metro Jaya karena memelesetkan lagu wajib
Garuda Pancasila.
Perjalanan karir dan karya – karya Harry Roesli
Di
Indonesia banyak sekali musisi dan karyanya yang berkembang, sangat pesat,
bahkan menjadi ladang emas dalam mencari nafkah seorang musisi. Begitu juga
dengan Harry Roesli, yang mempunyai segudang prestasi dalam karirnya di bidang
musik yang berperan sebagai motor atau pemeran utama, didepan atau di belakang
layar, diantaranya adalah, Harry Roesli adalah Pendiri dan pemain grup musik
Gang of Harry Roesli bersama Albert Warnerin, Indra Rivai, dan Iwan A Rachman,
pada tahun 1971 hingga 1975, sedang pada periode 1973 sampai 1977 beliau juga
mendirikan grup teater yang bernama Ken Arok, selain itu beliau juga menjabat sebagai
guru besar psikologi musik Universitas Pendidikan (UPI), Bandung, Universitas
Pasundan, Bandung, serta menjadi Pimpinan Depot Kreasi Seni Bandung (DKSB).
Karya –
karya dari Harry Roesli sepenuhnya berbeda dengan musisi yang lain, dalam karyanya beliau bisa dilihat bagaimana beliau tidak
berpatokan dan menggunakan satu genre atau aliran dalam karya – karyanya, genre
blues, rock, pop dan genre lainnya dimainkan oleh beliau dalam karyanya,
kemudian yang dikolaborasikan dengan alat musik yang lain seperti alat musik
perkusi, alat musik tradisional sunda yaitu angklung, begitupun juga dengan
karakter para personil saat beliau di band, setiap personilnya memiliki ciri
karakter dalam hal genre yang berbeda, diantaranya Albert Warnerin yang
memiliki sentuhan progresif dalam pola permainan gitarnya, Harry Pochang dengan
permainan harmonikanya yang ‘bluesy’ (kental dengan blues), dan Indra Rivai
yang saat itu juga tergabung sebagai pemain keyboard Bimbo dan memberikan
kontribusi yang unik melalui permainan keyboard-nya.
Selain
keunikan – keunikan diatas, keunikan lain dari karya beliau adalah isi lirik
lagu, yang terkenal mengandung kritik sosial yang kuat. Berikut beberapa daftar
karya – karya Harry Roesli yang melambungkan namanya, lirik – irik lagu serta
judul yang sangat menarik dari karya – karyanya membuat beliau di akui musisi –
musisi dan para penikmat dan pengamat musik Indonesia. Berikut daftar karya
Harry Roesli :
1. Philosophy Gang of Harry Roesli – Musica record – Lion
Record 1973
2. Titik Api – Aktuil Musicollection 1976 (album solo)
3. Ken Arok – Eterna 1977 (album solo)
4. Tiga Bendera – Musica Studio’s 1977 (album solo)
5. Gadis Plastik – Chandra Recording 1977 (album solo)
6. LTO – Musica Studio’s 1978 (album solo)
7. Harry Roesli dan Kharisma 1 – Aneka Nada (1977)
8. Musik Akustik Monticelli – Hidayat Audio (1977) (kompilasi)
9. Harry Roesli dan Kharisma 2 – Aneka Nada (1978)
10. Jika Hari Tak Berangin – Aneka Nada (1978) (album solo)
11. Daun – SM Recording (1978) (album solo)
12. Ode dan Ode – Berlian Record (1978) (album solo)
13. Kota Gelap – Purnama Record (1979) (album solo)
album ini
adalah album perdana dari Harry Roesli yang dirilis oleh Lion Record Singapore,
pada album ini ada satu lagu, yang sangat terkenal, Salah satu Karyanya adalah Malaria. Jika di lihat karya
beliau yang berjudul “Malaria” sangatlah sederhana di baca dan diketahui para
konsumen lagu. Tapi lagu ini sejatinya mempunyai lirik yang sangat tersirat.
Seprai
tempat tidurmu putih
itu
tandanya kau bersedih
Mengapa
tidak kau tiduri
kau hanya
terus menangis
Apakah kau
seekor monyet
yang hanya
dapat bergaya?
Kosong
sudah hidup ini
bila kau
hanya bicara
Guling
bantalmu kan bertanya
“Apa yang
kau pikirkan orang?”
Kau hanya
bawa air mata dan ketawa
yang kau
paksa
Lantai
kamarmu kan berkata
“Mengapa
nona pengecut?”
Lanjutkan
saja hidup ini
sebagai
nyamuk Malaria
Sebagai
nyamuk Malaria
Sebagai
nyamuk Malaria
Sebagai
nyamuuukkk..
Lirik ini
sangat sederhana, tapi ternyata mengandung arti yang sangat mendalam tentang
nasib negara indonesia pada waktu itu. Denny Sakrie yang notabene salah satu
penulis dan pengamat musik itu menafsir lagu “Malaria”. Lagu yang sarat metaphora ini mencuplik episode perang
saudara dalam kitab Ramayana yang memperlihatkan perang antara Pandawa dan
Kurawa.Lagu bertajuk “Barata Yudha” ini
sebetulnya memotret negeri kita tercinta Indonesia.
Sensitivitas
Harry Roesli sebagai seniman memang setajam pisau. Harry merasa rakyat, sebagai
wong cilik, merupakan makhluk tiada daya sama sekali. Namun, Harry beranggapan
bahwa jangan anggap remeh rakyat kecil, bagi Harry rakyat kecil memang tak
lebih dari seekor nyamuk, yang sekali tebas langsung mati terkapar. Namun nyamuk
itu adalah malaria, yang mampu mernyebar virus mematikan dalam arti sebenarnya.
Pada album keduanya yaitu “Titik Api” sampai ke album keempat yaitu
“Tiga Bendera” , disinilah Harry mulai
memadukan antara unsur musik tradisi (pentatonik) yang direpresentasikan melalui instrumen musik gamelan, terompet pencak, karinding dan
lain - lain. Sebagai representasi dari unsur musik modern (diatonik) menggunakan instrumen gitar,
bas, drum, keyboard dan lain - lain. Karya
Harry ini banyak ditentang oleh
para pemusik tradisi pada saat itu. Mereka beranggapan bahwa apa yang dilakukan
oleh Harry merusak musik tradisi. Tetapi
tidak semua pemusik tradisi pada saat itu menentang, ada pula yang mendukung
Harry, salah satunya adalah Raden Ading Afandi, yang dikenal sebagai pendiri
group “Lingga Binangkit” dan “Patria”.
Pada album Gadis Plastik sampai Kota gelap ini Harry mulai
meninggalkan “gaya” musik yang memadukan musik tradisi dengan musik modern dan
kembali pada format album pertama. Yang membedakannya kali ini, Harry
dipengaruhi oleh beberapa “band Barat” yang sedang popular saat itu yang
dibawakan oleh group dari luar negeri, seperti Gentle Giant, Pink Floyd,
Santana, Emerson lake and Palmer, Jimie Hendrix, Frank Zappa, dan lain - lain. Secara tidak langsung Harry memperkenalkan gaya kontrapung
– nya (suatu komposisi musik dengan gaya bersahut - sahutan atau jalur melodi
berlawanan) Gentle Giant, struktur harmoni para pemusik Barat pada saat itu,
gaya komposisi dan penulisan liriknya Frank Zappa semuanya menjadi ide pokok
yang terdapat juga dalam karya - karya Harry Roesli.
Kesimpulan
Dari
pembahasan diatas disimpulkan bahwa sepanjang sejarahnya, Harry roesli
merupakan seniman yang pemikir, tanggap dalam keadaan, kemudian memanipulasinya
ke dalam sebuah karya musik, ada yang mendukungnya, namun juga banyak yang
kontra, musik karya Harry Roesli juga terkenal sebagai karya musik sebagai
protes sosial dalam lirik Lagu Indonesia Pada Dekade 1970-an. Gaya permainan,
genre juga menjadi ciri khas Harry Roesli, mulai dari mencoba berbagai genre
hingga menggunakan atau mengkolaborasikan musik modern dengan musik
tradisional.
Sumber :
www.azmitaz.wordpress.com/2010/01/02/biografi-harry-roesli, (hiburan.kompasiana.com/.../menafsir-lirik-lagu-malaria-harry-roesli-195...,diakses
www.google.com,diakses
24 April 2013)
0 Comments